Wynne Prakusya: Ratu Tenis yang Menolak Taiwan dan Singapura | Media Sergap -->

Wynne Prakusya: Ratu Tenis yang Menolak Taiwan dan Singapura

 📆Selasa, 06-September-2022 [21.34]

Wynne Prakusya: Ratu Tenis yang Menolak Taiwan dan Singapura


Jakarta » mediasergap ⚖️🇮🇩

Momen yang tidak bisa saya lupakan sampai saat ini adalah final tenis ganda putri Asian Games 2002 di Korea Selatan.

Saya waktu itu berpasangan dengan Angelique Widjaja. Kami ditargetkan meraih dua emas dan hampir saja kami mencapai target kalau tidak dicurangi.

Kebetulan di final kami melawan ganda putri tuan rumah dan satu-satunya negara yang belum mendapatkan emas hanya Korea Selatan saat itu. Jadi memang saat itu ada 'skenario' agar kami dikalahkan.

Kami akhirnya dicurangi habis-habisan.

Saya dan Angelique Widjaja seperti tidak dikasih kesempatan bermain oleh tuan rumah. Saat kami servis dinilai foul. Saat bola kami masuk dinilai keluar semua. Jadi kecurangan itu merusak mental kami.

Kejadian itulah yang terus ada dibenak saya hingga sekarang, karena menurut saya kejadian itu sangat mengecewakan dan tidak perlu terjadi. Sebab seharusnya kami bisa dapat dua emas dan memecahkan rekor.

Momen kedua yang tidak bisa saya lupakan yaitu di Australia Open Junior.

Dalam turnamen itu seharusnya saya sudah kalah dari perempat final. Tapi ternyata satu per satu pertandingan bisa saya lewati hingga final. Padahal saat itu saya mengalami cedera. Bahkan sewaktu final saya sudah seperti mumi.

Badan saya itu dibalut [kinesio tape] semua. Betis kanan-kiri, paha kanan-kiri, dan pinggang dibalut semua. Jadi sebenarnya dari perempat final itu badan saya sudah rontok. Tapi saya jalani satu per satu hingga akhirnya saya kalah di final. Tapi walaupun kalah saya sudah berjuang maksimal. Jadi saya tetap puas.

Terus satu lagi, saya pernah main di WTA Finals berpasangan dengan Janet Lee. Seperti diketahui WTA Finals itu mempertemukan delapan ganda terbaik di dunia. Dari Indonesia baru saya dan mbak Yayuk Basuki yang lolos sampai sekarang.

Itu buat saya prestasi luar biasa. Apalagi untuk masuk ke WTA Finals saya lebih dulu harus mengalahkan idola saya Monica Seles.

Cita-cita saya itu ingin bisa menjadi petenis seperti Monica Seles. Akhirnya kami bisa bertemu meskipun dalam pertandingan di sektor ganda dan saya bisa kalahkan dia hingga akhirnya saya menembus WTA Finals.

Bicara kekuatan permainan, dulu banyak orang yang menilai saya ini adalah pemain yang pintar dan punya forehand yang mematikan. Kekuatan itu yang membuat saya mencapai ranking terbaik di posisi 74 dunia. Mungkin karena meraih banyak prestasi itu makanya saya dijuluki Ratu Tenis Indonesia.

Sementara halangan terbesar saya dalam karier adalah cedera. Saya beberapa kali mengalami cedera. Makanya kalau dilihat siklusnya itu setiap dua tahun sekali saya cedera.

Itu yang membuat saya tidak bisa perform full. Saya bisa berhenti main selama tiga bulan untuk pemulihan. Saya pernah alami cedera pinggang, lutut, dan bahu. Jadi cederanya 'muter'.

Sebenarnya saya juga punya masalah pada tulang belakang yaitu skoliosis. Vonis itu diketahui saat saya usia 16. Tadinya saya disarankan dokter agar tidak lanjut ke profesional karena masalah ini akan sangat mengganggu.

Memang terbukti, akibat skoliosis saya tidak bisa latihan terlalu banyak dan badan saya agak ringkih. Pada SEA Games 1999 misalnya, saya kalah dari Romana Tedjakusuma karena saya cedera. Pokoknya cedera membuat saya enggak bisa perform. Saya stress. Selain itu memang sudah faktor umur juga.

Waktu usia 18 atau 19 tahun, kalau saya cedera paling hanya satu minggu istirahat sudah sembuh. Nah umur 25 butuh waktu tiga minggu sampai sebulan itu masih sakit. Sampai tiga bulan kok sakit terus gitu ya.

Recovery-nya lama dan saya merasa ya sudahlah sudah jalannya untuk tidak melanjutkan karier sebagai pemain. Sebelum ambil keputusan [pensiun] pada 2007, saya sempat konsultasi ke semua pelatih, keluarga, teman-teman.

Setelah berhenti saya sempat punya kehidupan lain sebagai mahasiswa dan tidak memikirkan tenis sama sekali. Tapi lama-lama saya bosan, akhirnya mulai terjun sebagai pelatih. Awalnya menjadi pelatih di gereja, di situ banyak yang ikut.

Kemudian setelah saya sudah punya anak saya berhenti jadi pelatih. Terus saya mencoba kerja kantoran, tapi ternyata tidak cocok dengan saya.

Akhirnya setelah itu, saya full time menjadi pelatih lagi selama enam tahun. Setelah itu saya mendirikan West Tennis Academy sampai sekarang.

Saya tertarik dengan tenis dari usia enam tahun karena orang tua saya suka main tenis. Kebetulan di rumah saya juga ada lapangan tenis, dari situ saya sering lihat orang tua bermain tenis.

Saya anak kedua dari tiga bersaudara dan kakak saya lebih dulu main tenis. Kemudian saya ikut-ikutan. Sebenarnya hobi saya dulu itu menari seperti perempuan pada umumnya.

Saya suka pentas. Nah waktu pentas di depan Wali Kota Solo saya senang karena masuk televisi. Dari dulu memang saya bercita-cita masuk tv.

Karena motivasi saya ingin masuk tv itulah orang tua saya bilang daripada menari lebih baik main tenis saja. Uangnya banyak, terkenal, masuk tv setiap hari. Kalau nari cuma sebentar saja masuk tv-nya.

Saya akhirnya coba main tenis. Saya juga suka diajak nonton tenis. Waktu itu saya sangat suka nonton pertandingan Steffi Graf dan Monica Seles. Mereka berdua itu idola saya yang akhirnya membuat saya mau mencoba bermain tenis. Walaupun saat itu saya bermain tenis yang penting bisa masuk tv.

Kemudian kakak saya minta ditemani dari Solo untuk ikut turnamen tenis di Jakarta. Saya ikut tanding walau masih malas-malasan main tenis. Ternyata tidak disangka-sangka saya juara saat masih 10 tahun. Meski saya tidak serius, saya banyak menjuarai turnamen tenis.

Bahkan karena peringkat nasional saya cukup tinggi saya dapat panggilan Training Camp (TC) oleh PELTI. Waktu itu tim tenis Indonesia dilatih pelatih dari Ceko. Dia yang melatih Helena Sukova, petenis yang pada masanya sangat terkenal.

Saya terpilih dari 20 anak yang dipanggil TC. Kemudian saat dikerucutkan lagi menjadi empat saya terpilih lagi. Malahan kakak saya tidak terpilih. Dari situ orang mulai tahu bahwa ternyata Wynne itu berbakat, berprestasi, meski awalnya malas-malasan. Dari situ saya merasa mungkin cita-cita saya mau masuk tv bisa terjadi nih dari tenis.

Kemudian saya dikirim ke Ceko untuk berlatih di sana selama dua tahun dengan mengikuti berbagai kejuaraan. Prestasi saya di sana cukup bagus. Saat usia 13 tahun saya sudah main di Grand Slam French Open Roland Garros.

Mungkin saya adalah pemain paling muda yang main di Grand Slam saat itu. Setelah di Ceko, saat 15 tahun saya dikirim ke Florida selama satu tahun. Saya masuk tim elite Nick Bollettieri bareng Anna Kournikova dan beberapa pemain tenis peringkat 50 dunia. Pokoknya saya bareng pemain-pemain WTA.

Kemudian prosesnya cepat sekali sampai akhirnya main di PON 1996. Waktu itu saya juga menjadi petenis termuda di PON. Saya berhasil masuk final dan bertemu mbak Yayuk Basuki.

Saat itu siapa yang tidak tahu Yayuk Basuki. Hampir semua anak SD di Indonesia mungkin tahu Yayuk Basuki karena namanya masuk pelajaran olahraga. Pertandingan lawan Yayuk Basuki itu menjadi pertandingan yang luar biasa banget, pengalaman yang tidak bisa saya lupakan.

Apalagi saya masuk TV, bahkan pertandingan itu disiarkan langsung selama satu jam penuh. Dari situ motivasi saya semakin meningkat dan saya terus bawa nama Indonesia di berbagai kejuaraan internasional bersama mbak Yayuk hingga jadi petenis profesional.

Saya pernah menjadi finalis Australia Terbuka. Kemudian saya pernah tembus perempat final Wimbledon Junior. Saat itu di level junior ranking terbaik saya itu menembus posisi ke-13 peringkat dunia.

Saya juga pernah dapat tawaran untuk pindah kewarganegaraan. Seperti ada tawaran dari Singapura dan Taiwan. Kebetulan partner saya juga ada dari Taiwan. Dia nawarin saya.

Kebetulan dulu senior saya juga ada yang bela Taiwan yaitu Benny Wijaya. Cuma tawaran itu saya tolak dan tetap pilih Indonesia. Karena keluarga saya juga tinggal di Indonesia dan tetap Merah Putih di dada. (Redaksi)

(Sumber: ©CNN Indonesia)

No comments:

Post a Comment

Berita Terkini