Anggota DPR RI Maruli Siahaan Hadiri RDP Komisi XIII Bahas Komitmen HAM PT Toba Pulp Lestari
JAKARTA, mediasergap.com — Anggota DPR RI Komisi XIII dari Fraksi Partai Golkar, Dr. (Kombes) Maruli Siahaan, SH., MH., menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XIII bersama Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian Hukum dan HAM, serta perwakilan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Rapat digelar di Ruang Rapat Komisi XIII, Gedung Nusantara II Lantai 3, Jakarta, pada Rabu (26/11/2025).
Agenda rapat membahas tindak lanjut RDP tanggal 17 November 2025, serta mendengarkan penjelasan TPL mengenai komitmen perusahaan dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM dalam kegiatan operasionalnya.
Dalam rapat tersebut, Dr. Maruli Siahaan menyampaikan pandangan objektif dan komprehensif mengenai konflik berkepanjangan antara masyarakat dan PT Toba Pulp Lestari. Ia menilai persoalan ini telah berkembang menjadi isu serius yang menyentuh dimensi:
- Hak asasi manusia
- Keberlanjutan lingkungan
- Akses ruang hidup masyarakat
- Turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah dan perusahaan
Maruli menegaskan bahwa akar persoalan TPL berawal dari ketidakjelasan batas lahan dan status masyarakat adat. Banyak wilayah yang diklaim turun-temurun oleh masyarakat justru berada dalam konsesi perusahaan, sementara penetapan formal wilayah adat masih tertunda.
Ia menekankan agar pemerintah segera menetapkan batas wilayah adat serta membuka peta konsesi secara transparan untuk mengakhiri tumpang tindih lahan yang memicu konflik.
Selain persoalan lahan, Maruli juga menyoroti berbagai laporan dari masyarakat mengenai:
- Banjir dan kekeringan
- Menurunnya kualitas dan ketersediaan sumber air
- Penyempitan ruang hidup akibat aktivitas industri
Ia mendorong pemerintah bersama lembaga independen melakukan audit lingkungan terpadu guna memastikan fakta lapangan secara objektif.
“Audit ilmiah dan terbuka sangat diperlukan agar penyelesaian masalah tidak didasarkan pada asumsi, tetapi pada data yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Maruli juga menyoroti keluhan masyarakat mengenai pembatasan akses jalan di area konsesi perusahaan. Menurutnya, perusahaan tidak boleh menutup ataupun membatasi jalan yang menjadi akses penting menuju rumah, ladang, sekolah, ataupun fasilitas kesehatan.
Ia menegaskan bahwa negara wajib memastikan mobilitas masyarakat tetap terjamin.
Menanggapi laporan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga, Maruli meminta dilakukan penyelidikan terbuka untuk memastikan kebenaran laporan tersebut serta mengungkap pihak yang bertanggung jawab. Ia menekankan perlunya perlindungan bagi pelapor, agar masyarakat tidak takut menyampaikan keluhan.
Maruli turut menyinggung munculnya perpecahan horizontal di tengah masyarakat akibat perbedaan sikap terhadap keberadaan TPL.
Ia menilai pemerintah perlu memimpin dialog inklusif yang melibatkan tokoh adat, tokoh agama, perempuan, dan lembaga independen guna memulihkan hubungan sosial masyarakat.
Menutup pandangannya, Maruli menegaskan bahwa persoalan TPL kini telah berkembang menjadi krisis kepercayaan publik. Ia mendorong pemerintah untuk menyampaikan laporan secara terbuka kepada masyarakat, sementara TPL diminta untuk mengevaluasi pendekatan sosialnya agar lebih humanis dan akuntabel.
“Konflik ini hanya dapat diselesaikan bila negara hadir sebagai penjamin keadilan dan perusahaan menunjukkan komitmen nyata untuk menghormati hak masyarakat serta menjaga keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya. (Rel)

No comments:
Post a Comment